Asmaul Khusnah

Islamic Hijri Calendar

Tentang Aku

Foto saya
Tuban, Jawa Timur, Indonesia
Nama:Bustanul Taufiq TTL :Tuban,17 Februari 1992 Alamat:Karangagung,Palang-Tuban Agama :Islam Hoby : Membaca,Menulis,Mengarang, Olahraga,Diskusi, TI,Penalaran,Dan Lain sebagainya. Cita-Cita : Guru

Sekolah SMA-ku

Sekolah SMA-ku
SMAN 1 TUBAN

Waktu Indonesia Barat

Senin, November 03, 2008

Botol Untuk SMANSA

Bermula dari sebuah keinginan, lalu menjadikan sebuah cita–cita luhur. Mungkin kata itu patut menggambarkan latar belakang berdirinya sekolah kita tercinta, SMA Negeri 1 Tuban. Kelangkaan bahkan ketiadaan sekolah menengah atas menjadi hambatan tersendiri bagi generasi Tuban untuk melanjutkan sekolah setelah lulus dari SMP. Demikian juga dengan Bapak R. Soedirman yang merasa kesulitan mencari sekolah lanjutan untuk putrinya yang baru tamat SMP, hingga akhirnya beliau berinisiatif mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tuban, yang awalnya bernama SMA Negeri Tuban.
Cakre’s, sebelum bertempat di Jalan WR. Supratman seperti sekarang, “embrio” sekolah kita dulu berada di belakang kantor Pemda, dekat alun–alun Tuban, lho!! Namun sejak 9 Juli 1961, berdirinya SMA Negeri Tuban diresmikan oleh pemerintah dan lokasinya pun dipindahkan ke lokasi sekolah kita sekarang. Adapun tanah yang sekarang kita gunakan menuntut ilmu sehari–hari ialah tanah milik Bapak S. Yudho Husodo. Beliau masih memiliki hubungan kerabat dengan Bapak R. Soedirman (ayah dari Pak Wik, pelatih ekskul Teater Hitam Putih).
Karena merupakan satu–satunya sekolah menengah atas yang berdiri di Tuban saat itu, SMAN Tuban langsung mendapat respon positif dari masyarakat. Wujud respon tersebut dimulai dengan suatu kebanggaan. Kebanggaan sebab SMAN Tuban telah mengangkat citra kota Tuban. SMAN Tuban saat itu juga memberikan kemudahan bagi generasi Tuban yang ingin menempuh pendidikan lebih tinggi selepas SMP. Tenaga-tenaga pengajar juga terus berdatangan dari kalangan yang berkompeten, dari kalangan pegawai bahkan lulusan sebuah lembaga pendidikan milik Ki Hajar Dewantara, yakni Taman Siswa di Yogyakarta. Bantuan dana juga terus mengalir dari masyarakat serta para wali murid, berupa uang, bahan bangunan, maupun bantuan–bantuan lain seperti botol (lho, ada apa dengan botol?? –red).
Ketika pertama kali dibentuk, SMAN Tuban hanya memiliki satu ruangan, yakni ruangan yang kini kita pakai sebagai gedung pertemuan, aula. Dan ternyata sebelum menjadi salah satu ruangan untuk menuntut ilmu, aula merupakan tempat hiburan orang–orang priyayi, orang–orang keturunan Indonesia yang bekerja sebagai pegawai – pegawai Belanda. Tempat hiburan itu disebut suksitet, di sana biasa digelar pertunjukan gamelan, wayang, dan kesenian rakyat sehingga akhirnya dikenal sebagai tempat umum untuk rakyat.
Seiring berjalannya waktu, jumlah murid kian bertambah dan tentu diperlukan ruangan yang lebih banyak. Pembangunan demi pembangunan terus diadakan dengan dukungan dari Pemda maupun masyarakat. Cakre’s pasti masih bertanya, ada apa dengan botol dan sekolah kita tercinta???
Perjuangan para pendiri SMAN Tuban tidak terhenti sampai pengakuan dan pengesahan sekolah dilakukan, namun mereka masih berjuang guna menggalang dana. Uniknya, mereka mengumpulkan botol–botol bekas pakai untuk dijual. Hasil penjualan botol–botol tersebut digunakan menutupi kebutuhan–kebutuhan mengembangkan sekolah. Klo mereka mau berjuang dengan botol–botol, mengapa kita masih malas belajar dan berjuang dengan teknologi dan segala kemudahan yang tersedia?
Ternyata setelah berdiri, SMAN Tuban tidak langsung menerapkan pemakaian seragam putih abu–abu sebagai seragam wajib. Lantas, apa warna seragam kita dahulu??
“ Atasan kemeja pendek warna putih dan celana pendek warna putih. Barulah sekitar tahun ’78 diubah menjadi celana penjang, itupun masih berwarna krem,” kenang Pak R.W.A. Dhyaksa (Pak Wik) tersenyum, mengingat masa–masa sekolah beliau dahulu.
Menurut Pak Gunardi, guru yang pernah mengajar di SMAN Tuban sejak tahun 1967, semangat belajar siswa SMAN Tuban dulu sangat tinggi. Mekipun belum banyak yang memiliki buku tulis maupun buku pegangan, semangat belajar mereka tak pernah kendor. Bahkan kadang mereka meminjam buku dari guru, lalu membawanya bergiliran sehingga satu kelas dapat membaca buku tersebut.
Nah, itulah sekelumit awal berdirinya sekolah kita, SMANSA. Klo Cakre’s perhatikan saksama, banyak banget nilai–nilai yang bisa kita ambil dengan sejenak menengok ke belakang, ke sejarah SMANSA. Nilai perjuangan tak kenal menyerah, nilai pengorbanan, pengabdian, kekompakan, keikhlasan, semangat membara, semua terpancar jelas dari sejarah SMANSA yang udah Cakre’s baca. Nilai–nilai itu bisa Cakre’s jadikan pegangan untuk menyongsong SMANSA yabg lebih baik, lebih berkualitas dalam IMTAK dan IPTEK.
Sebelum meneruskan langkah kaki menyongsong masa depan gemilang
Adakalanya kita perlu menatap sejenak ke belakang
Jadikan masa lalu sebagai cermin, evaluasi diri
Pelajari kekurangannya, lalu temukan solusinya
Pertahankan semangat
Lalu melesatlah !!!

UNC_RMN di
leon_zyrex@yahoo.com
Terima kasih untuk Pak Gunardi, Pak Wik, dan Bapak Suprapto sebagai narasumber. Terima kasih atas informasi dan nasihat yang telah diberikan. Sukses milik kita semua!!! Amin Baca selengkapnya ****BUSTANUL'S BLOG****: Senin, November 03, 2008